Eksplorasi Chiang Rai : Doi Tung & Doi Mae Sa Long

Hari kedua di Chiang Rai saya habiskan dengan bereksplorasi ke luar kota. Dari Chiang Rai ke kota-kota yang berbatasan dengan Myanmar dan Laos terbilang cukup dekat. Jika rombongan utama melanjutkan perjalanan 3 jam ke Chiang Mai terpaksa dengan song thaew *wihii, karena peak season ada van tapi tak ada drivernya*, kami yang sudah pernah ke Chiang Mai memilih daerah sekitar saja. Tadinya saya ingin sekali melihat sakura blossom yang entah terletak dimana atau pergi ke National Park untuk melihat sunrise, tapi masalahnya saya kadung membeli tiket pulang  hari itu juga dengan pesawat Nok Air jam 9 malam. Saat itu kami mendapat tiket yang tak terlalu mahal, 1700 baht hanya 1 jam perjalanan. Cukup sudah merasa gempor di bis selama 12 jam saat berangkat kemarin. Jadilah mengobrol ini itu dan nego dengan pemilik song thaew yang setuju mengantar kami ke Doi Tung, Doi Mae Sa Long dan mengantar ke bandara seharga 2000 baht untuk 4 orang penumpang. Ada apa disana? Kita lihat saja.

Jam 7 pagi, driver song thaew muda itu sudah tiba menjemput kami. Ia mengobrol ngalor ngidul dengan seorang kawan yang lumayan bisa berkomunikasi bahasa Thailand. Sempat sedikit mengerti dan ditranslasi, kalau sang driver ini dulunya teknisi elektrik di perusahaan minyak Thailand terkemuka. Memutuskan pulang ke Chiang Rai untuk hidup sabai-sabai jadi sopir song thaew, padahal ia kaya raya. Wong punya 3 song thaew dan rumah tapi masih single. Weits, siapa berminat? Sayangnya, ia sama sekali tak bisa berbahasa Inggris dan hanya fasih bahasa China. Alamat memakai bahasa Tarzan ini.

Kami berempat duduk di belakang, di area tempat duduk penumpang angkot, dan dibawa ke Doi Mae Sa Long terlebih dahulu. Awalnya sih masih biasa-biasa saja. Tak lama, kami diguncang jalan berkelok-kelok dengan gaya supir yang baru belajar menyetir. Hentakan rem dan kopling terasa sangat mengaduk-ngaduk perut penumpang di belakang. Tiba-tiba saya merasa pusing. Mual tapi tidak mabuk. Satu teman lelakipun sudah merasakan pusing. Bahayanya lagi, kendaraan song thaew ini biasa tak dilengkapi pintu. Terbayang dong, jika tas dan koper harus ditahan kaki, lalu segala plastik jajanan ditalikan ke tiang besi sementara penumpangnya nyaris tergeret-geret kesana kemari bertahan dengan memegang besi yang ada. Paraah!

Untungnya setelah hampir 40 menit menderita, sang driver berhenti di sebuah spot toko teh untuk mempersilakan kami mengambil gambar. Saya langsung keluar sambil lunglai. Disuguhi antangin cair, mencium minyak kayu putih dan meneguk air hangat. Masih berasa oleng terombang-ambing, kami tetap menyempatkan diri untuk eksis. Sekitar 15 menit ada di sini, lalu saya langsung pindah duduk di sebelah kemudi. Saat teman saya menyuguhkan kantong plastik untuk berjaga-jaga, drivernya langsung menertawakan saya. Sanook mai? ujarnya.. Beuh, ngeledek dia!

aa

Tak lama kami melanjutkan perjalanan ke atas gunung menuju kebun teh yang tertata rapi. Drivernya berkata bahwa kami akan dibawa ke area kebun teh 101 (neung suun neung) lalu pergi ke pasar, pai talad katanya. Tak lama kemudian sampailah kami di tribal market Doi Mae Sa Long, tempat orang-orang lokal menjual barang dagangan khas Thailand utara.

bbTak lama kami berada di area ini, masalahnya karena harga-harga yang ditawarkan relatif mahal.. peng maak. Lantas saya mengusulkan untuk mengisi perut di sebuah restoran halal di pinggir jalan. Menarik, karena ada dua resto muslim yang saya lihat serta sebuah mesjid yang terletak agak masuk ke dalam. Sungguh benar-benar tak disangka jika bisa menemukan komunitas muslim di Doi Mae Sae Long. Makanannya lumayan enak, kami patungan sekitar 120 baht tapi penyajiannya lama. Rasanya kami menghabiskan waktu hampir 40 menit untuk menanti masakan matang. Kasihan drivernya, Diajak makan bersama, biasanya driver di sini selalu menolak.

ccSepanjang balik arah menuju Doi Tung, saya sudah lumayan segar. Perut sudah terisi, dengan posisi nyaman di sebelah kemudi. Saya bahagia, teman-teman masih menderita. Dengan bahasa seada-adanya, kami mencoba berkomunikasi satu dua kata dan selalu berakhir dengan jawaban mai kao jai ka (tidak mengerti) ala saya sambil nyengir putus asa. Susah banget rasanya! Tak terasa mencoba berakrab ria, lumayan lah kosakata saya bertambah sedikit meski akhirnya sekarang sudah lupa. Sekitar sejam kemudian kami tiba di area Doi Tung, sebuah kawasan asri  royal villa milik ibunda raja.

dt?????????? Masuk ke area Doi Tung ini pengunjung membayar 190 baht untuk area Royal Villa, Mae Fah Luang Garden, dan Hall of Inspiration. Dengan keasrian dan keindahan ala istana, suasana yang tadinya biasa terlihat luar biasa. Semua ditata rapi. Dan kami tak henti-henti bergaya kesana kemari. Jepret teruus!

Dari Doi Tung jam 3.30 sore kami bergegas menuju pusat kota untuk mengantar satu teman yang akan pulang ke Bangkok dengan bus jam 4.30. Ternyata, sempat diwarnai kemacetan dan driver song thaew baru ngeh kalau teman saya harus segera tiba di New Bus Terminal Chiang Rai. Mulailah kendaraan melaju sampai 120 km/jam dan tiba di terminal tepat waktu. Setelah sampai sana, untungnya bus ditunda 2 jam. Teman yang akan pulang ditinggal di terminal, sementara kami berdua merayu sang driver supaya mengantar ke Asean Flower Festival di dekat sungai sebelum pulang ke bandara. Ia setuju, dan deal untuk on time jam 6 ke airport (hok mong pai sanam bin). Jadilah kami berdua berlari dan bergegas mengambil gambar sana-sini tanpa nyawa seni, yang penting asal jepret.  Bunga-bunga di sini sama cantiknya dengan tempat kemarin, hanya saja tempatnya lebih luas dan terletak di pinggir sungai. Romantis sekali melihat sunset dari tepi sungai. Sebenarnya sih belum puas menjelajah, tapi tak enak kalau ingkar janji. Lagipun bunga-bunganya sama dengan bunga yang kami datangi kemarin sore. Aneka warna tulip bertebaran juga di sini. Cantik pokoknya. Yang mau lihat tulip, buka postingan sebelumnya saja ya..

??????????????????????????????Jam 6 sore kami mulai diantar ke bandara dengan ritme kemudi yang santai. Saat mengobrol panjang lebar, saya bilang saya ingin sekali (dengan huruf i yang banyak) pergi ke Phu Chi Fah National Park. Ternyata daerah itu bisa dicapai dalam waktu 2.5 jam dan berkelok-kelok. Ia menunjukkan foto saat kemping di sana, dan bagus sekali. Pah..Pah (ayo pergi) sekarang, ujarnya. Lha, saya juga maunya begitu tapi tiket sudah di tangan. Ia bilang, supaya saya datang ke Chiang Rai lagi dan menelponnya untuk pergi ke Phu Chi Fah. Wii, pengen banget pergi, tapi…..apa daya, kesempatan, waktu, dan dana terbatas. Selesai urusan pembayaran, kami berpisah di airport dengan senang hati sambil berdadah-dadah ria seperti orang yang sudah akrab sekian lama *gak pake tangis haru perpisahan ala sepasang kekasih, kok*. Meski ini adalah perjalanan yang sangat membuat karir jalan-jalan saya tercoreng akibat jatuh bangun dan juntai diombang-ambing song thaew, tapi rasanya saya terpesona pada Chiang Rai. Entah pada viewnya, kotanya yang menyenangkan, banyak komunitas muslim juga, atau mungkin dengan driver song thaew yang lumayan ganteng itu? Haha

??????????

Masih ingin ke sini lagi rasanya… Entahlah, banyak keindahan yang membuat takjub di sini. Tiba-tiba dari lubuk hati terdalam, saya merasa mengkhianati ibu pertiwi karena terlalu banyak menjelajah negeri orang dibanding daerah sendiri. Yang pasti, saya jadi lebih cinta Indonesia di atas segalanya. Jika dibanding dengan Chiang Mai, saya lebih memilih Chiang Rai. Tentu karena saya belum sempat menjelajahi kota-kota cantik lain di Thailand Utara, seperti Pai atau Mae Hong Son. Kalau melihat medannya, mungkin saya menyerah.

Yang sedikit jadi ganjalan adalah kesulitan turis asing tanpa travel atau kendaraan untuk bereksplorasi. Taksi tergolong mahal meski tak terlalu. Semua tulisan ditulis dalam aksara Thai. Kebanyakan orang lokal awam agak susah berbahasa Inggris, meski MFU terkenal dengan kualitas mahasiswanya yang jago bahasa. Mau tak mau, ya menyewa kendaraan van dengan driver yang bisa berbahasa Inggris atau nekat dengan song thaew plus driver lokal. Apapun, yang jelas mereka lumayan baik terhadap orang asing.

47 tanggapan untuk “Eksplorasi Chiang Rai : Doi Tung & Doi Mae Sa Long

      1. oo.. di posting sebelumnya aku ke CR naik bis 12 jam, tp balik naik pesawat 1 jam … hayo, tinggal pilih..

        bagusnya ke sini pas musim dingin kayak sekarang…meski ada juga beberapa festival yg ada di bulan Feb atau Songkhran..

        tapi, susahnya .. transportasi ga gampang cari org yg bisa bhs Inggris, ada tp lebih enak klo bisa bahasa Thai

      2. gampang Non.. tinggal nyebrang… dr CR jalan ke Chiang Saen ada slow/speed boat ke Luang Prabang, Laos atau dr CR ke Mae Sai nyebrang ke Tachilek, Myanmar.. lumayan deket

        tapi aku ga berani kalo sendiri..huhu, secara ga bisa komunikasi 😦

  1. senangnya punya banyak pengalaman travelling yaa mam ^^ kalo dilihat dari foto²nya, suasanya memang nyaman banget ya, aku malah seperti kembali ke suasana puluhan tahun yang lalu, dimana waktu sepertinya berjalan lambat disana hihi

    salam kenal ya mam ..

  2. Bunga-bunga di tamannya itu bikin kayak bunga plastik Mba Hilsya, warna-warninya vibrant banget. Btw kok gak dikasih poto si driver yang ganteng itu Mba? Hihihi.. 😛
    Etapi mbayangin betapa serunya belajar di sana Mba, yang diposting cerita halan-halan teruuuss…

  3. Duh Jeng virus Chiang Rai cepat sekali menebar dari postingan ini ke benak saya, semoga kelak bisa menikmati Des di CR. Taman yang tertata dan terawat indah…. Salam

  4. nanti selesai sekolah kayaknya hrs bikin jadwal keliling Indonesia, mak Hilsya.. hehee..
    tp yg jelas, tulisan mak hilsya bermanfaat bgt nih buat turis indo yg mau jalan2 kesana.. 😀

Tinggalkan Balasan ke mama hilsya Batalkan balasan