Dalam 2 minggu terakhir memang dijadwalkan untuk mencari beberapa masjid dan tempat makan halal yang berlokasi di Bangkok. Saya menggeret seorang teman yang sebentar lagi akan pulang ke Indonesia, karena ternyata selama ini masjid-masjid tersebut belum pernah ia kunjungi. Lumayanlah, ada teman nyasar dan teman sharing untuk makan-makan.
Setelah mengkhatamkan diri berkelana di daerah Bang Rak tiga minggu lalu, seminggu lalu tanggal 2 November saya mulai menjelajah. Kami menaiki bus non AC no 77 dari Victory Monument jurusan Mo Chit – Rama 3, karena akan menuju mesjid Jawa. Di tengah jalan, kami turun dari bis karena keburu lapar dan ingin makan siang di resto Melayu India yang terletak di Charoen Krung 42. Dan inilah penampakan resto yang dimaksud.
Berhubung judul di postingan ini adalah masjid, maka cerita tentang rumah makan akan saya skip dulu. Nanti saja di edisi berikutnya.
Setelah makan siang, kami berjalan menuju arah BTS Saphan Taksin menuju masjid Ban Oou yang berlokasi tepat di di ujung Charoen Krung 46 (Soi Ban Oou). Ban Oou Mosque (Thai: มัสยิดบ้านอู่) dibaca mát-sà-yít bâan òo adalah tujuan pertama kami untuk menunaikan shalat dzuhur. Saya sudah lumayan sering pergi ke masjid ini. Jika turun dari BTS, keluar dari exit 1 dan berjalan ke arah hotel Shangri-La dimana masjid ini terletak berseberangan dengan hotel.
Sementara foto berikutnya dari sebelah sisi Soi Ban Oou. Mesjid ini memang terletak di sisi gang yang bertemu antara soi 46 dan Hotel Shangri-La. Mudah dicari, lebih-lebih karena terdapat landmark berwarna coklat ini yang menandakan bangunan bersejarah. Langsung dicopas saja ya isinya :
During the reign of King Rama IV, a number of Muslim people from Yawa or Jawa came into Bangkok. Later, Ban Oou Muslim Community had been set up since the reign of King Rama V, people preferably called Surao Khaek (Muslim’s Mosque). By the contents in the title deed for a piece of land that King Rama VI gave the land to be the location for construction the Masjid (mosque) and Kubo (muslim’s funeral) in 1912. But in those days there was not a law to occupy properties for juristic person. In 1913 Hadji Abdul Kadeh Bin Hadji Mahamad who took care of the Masjid and Kubo at that time had changed the occupier’s name in the title deed for a piece of land from Surao and Pa Cha Khaek (mosque and muslim’s graveyard) to be Mr. Hadji Abdul Kadeh’s name. Then from 1919, he proceed his aim by sending the letters to the departments which concerned to the Masjid’s land, such as Department of Lands, Ministry of Agriculture, Ministry of Metropolitan, he wished the government service sections considered his petition and transferred the properties and land which mentioned Mr. Hadji Abdul Kadeh’s name to be the property of Ban Oou mosque, but it was still not worked out so far, those government service sections only acknowledged and recorded his requirement. Later on December 3, 2003 the proprietary right on the entire land of this mosque has been already transferred to the name of Ban Oou Mosque. The first imam of the mosque was Hadji Abdul Kadeh, and it has been the first registered mosque of Bangkok since November 29, 1948.
Setelah sholat dzuhur di tempat ini, kami beristirahat sebentar sambil menentukan rute. Kami kembali ke jalan besar, menyeberang jalan dan salah naik bis. Saya kira bis no 1 atau 75 searah dengan no 77, tak tahunya malah lurus menuju Wat Yannawa. Ya sudahlah, mari kita nikmati saja mengukur seberapa panjang Charoen Krung Rd. Di tengah jalan, tiba-tiba terlihat sebuah festival yang ramai oleh kerumunan muslim. Kami memutuskan untuk ikutan turun dan memasuki bazaar yang diselenggarakan oleh Thai Moslem Women Foundation of Thailand for the Welfare of Orphans
Sampai di dalam, kami langsung tersenyum simpul. Makanan halal tersebar dimana-mana. Makan lagi?
Setelah meneguk cha yen, mengemil siomay, dan menahan diri untuk tidak kalap belanja kami kembali ke jalan yang benar, mencari masjid berikutnya. Kami menaiki bis no 1 menuju arah Thanon Tok dan memutuskan untuk menuju mesjid Haroon di Charoen Krueng 36 sambil menanti waktu ashar.
Informasi tentang masjid Haroon bisa dilihat lengkap di sini. Yang jelas, mesjid ini dibangun oleh seorang pedagang asal Pontianak yang bermukim di distrik Bang Rak.
Saya senang sekali berada di sini untuk pertama kalinya, masjidnya bersih, rapi. Tak terlihat akan serapi ini jika dari luar. Kamar mandi dan tempat berwudhu juga bersih. Tapi sayangnya sewaktu shalat ashar, hanya ada 3 orang wanita yang ikut shalat berjamaah.
Usai dari masjid Haroon, kami punya janji untuk bertemu di China Town dengan teman-teman traveling Koh Samui. Jadi dari Bang Rak lagi-lagi menaiki bis no 1 menuju Yaowarat, dan berhenti di Sampheng. Lho, kok malah jalan ke pasar? Kawasan Sampheng terkenal dengan berbagai macam aksesoris murah meriah yang dijual grosiran, jadi kami berputar-putar mengelilingi pasar sambil menanti kedatangan teman lainnya.
Berhubung teman-teman tadi singgah di warung chinese noodle, kami berdua memutuskan untuk membeli tahu jahe dan duduk manis. Kaki rasanya sudah tak bisa diajak kompromi. Pegal gara-gara keliling Sampheng. Tak lama kami berkumpul untuk survey mencari makanan dan singgah di kedai minuman semacam wedang ronde plus es sarang burung, karena hanya itu yang bisa dimakan bersama. Senangnya bisa bertatap muka lagi setelah dua bulan kemudian.
Tapi kami tak berlama-lama mengitari Yaowarat yang memang ramai di waktu malam, waktu Maghrib sudah tiba dan masjid terdekat yang saya tahu berlokasi di Bobae Market. Setelah selesai menikmati black seed dumpling plus ginkgo with ginger (entah apa namanya itulah), kami berpisah untuk naik tuk tuk ke masjid Mahanak. Kebetulan sopir tuk tuknya seorang muslim dan bisa berbahasa Melayu, jadi hebohlah ia berbicara panjang lebar. Seandainya masih siang, kami pasti akan senang hati naik tuk tuknya untuk diantar ke beberapa masjid lain.
Dan inilah suasana masjid Mahanak yang juga sudah lebih dari 3 kali saya kunjungi. Bersih, rapi, dan sepi jamaah. Kami shalat maghrib sekaligus menunggu Isya. Selama waktu Isya, lagi-lagi hanya kami yang berada di sana.
Gambar di atas diambil setahun lalu. Tidak ada perbedaan berarti setiap pergi ke tempat ini.
Seminggu lalu sudah ada 3 masjid yang dikunjungi, dan kami berencana untuk bereksplorasi lagi di waktu mendatang. Masih banyak rasanya tempat yang belum disinggahi. Maaf-maaf saja, kalau postingan ini jadi gado-gado. Apalagi bercampur dengan cerita resto dan lain-lain 🙂
gara2 nyari mesjid malah jadi jalan2 kan ya mba kalo gini hehe
pasti… jalannya malah kemana-mana 🙂
cukup banyak juga masjid di sana, seharian safari masjid malahan
ada masjid cagar budaya juga .., unik juga tema jalan2 hari ini
kayaknya sehari kita patok 3, mba.. pengennya sih 5.. hehe
Perjalanan dari masjid ke masjid di tengah ribuan wat jadi terasa makin istimewa Jeng. Eh ada wedang ronde ala Bangkok…rasanya miripkah Jeng?
Menunggu episode berikutnya. Salam
banyak juga jumlahnya meski diantara sekian ribu candi..
tahu jahe sama bu, wedang ronde juga.. tp mereka variasi dg blackseed sesame diminumnya bisa panas pake air jahe atau dingin dengan longan dan es
Perjalanan religius yang nggak mudah dilupakan pastinya, Hilsya…
🙂
Selamat mengatur jadwal untuk perjalanan selanjutnya ya!
pasti mba.. masih ada jadwal berikutnya kok 🙂
hai, boleh minta emailnya untuk kerjasama?
Wah, bagus juga ya mesjidnya, jadi pingin ke sana.
boleeeh… udh dikasih tau jalurnya lho ya
Mesjid di tengah kota jadinya ya? tp kayaknya klo gk diperhatikan, gk tahu di situ ada mesjid…
yup.. karena umumnya masuk gang-gang kecil gitu
kapan kapan aku juga plesiran ke masjid ban oou dan masjid haroon di bangkok 🙂
boleh, Pak.. kalo ada dkt bandara SVB bisa mampir ke Islamic Centernya
Subhanallah… ternyata di sana banyak masjid ya.. Ngebayangin kalo pas pada sholat Ied, keknya bakal ruame banget 😀
kalo sholat ied.. kayaknya ga banyak juga sih, secara kan minoritas .. tapi minimal penuhlah masjidnya
Satu satunya masjid yang aku temui di Bangkok 5 tahun yang lalu adalah masjid Chakrabongse dekat Khao San Road dan pemiliknya orang Pakistan. Sempat ngobrol dan berkenalan dg salah satu pemiliknya.
Insya allah minggu ini mau ke BKK apakah bisa mampir ke masjid Haroon itu?
Oiya…hari minggu besok kita kopdar ya mba… 🙂
aku belum sempat serius meluncur ke daerah khao san, Yan… anti aja rasanya mo ke situ, haha.. tapi jalur sih udh dipegang .. mungkin nanti abis ujian deh ke arah khao san ama pracha utit
sabtu apa minggu? via inbox ya Neng…
ralat.. hahaha kalo khaosan deketnya ama phra atit… phraca utit beda lagi deng, ketuker-tuker deh tuh 🙂
Masjid di Bangkok gak tinggi2 ya, Mba. Dari dalam terlihat tuh. . .
Ada siomay juga di Bangkok eh. . .
yang paling bagus dan megah cuma The Foundation of Thailand Islamic Center di Ramkhamhaeng .. kalo lainnya kadang nyempil2 gitu, suka ga keliatan
Masjid ke Masjid, berarti jalan-jalan plus makan-makan ya mbak.. Mumpung nemu makanan halal… (mencari pembenaran)… hihihihi….
ya ampun Enno kok bisa banget ya baca pikiran eike? kkkk
Bahasa Pontianknya Thai itu Pon Choe Nah kah mbak?
iya, kayaknya Nie..
apakah beliau leluhurmu? 🙂
bangga karena yg menyebarkan agama Islam di sini asalnya dari Indonesia
Bukan mbak pasti.. Lah wong leluhurku itu dari banjar dan bugis kok sebenarnya.. Hehehehe..
jalan2 dr masjid ke masjid, tetep ketemu juga sama wiskul ya 🙂
kayaknya 50:50 .. mesjid jauh, resto halal juga jauh .. soalnya tinggalnya emang jauh dr kawasan muslim
Jadi kalau mau cari makanan halal ke MEsjid aja ya bun 🙂
hehe, betul
Darul Aman Mosque Ini dia masjid yang terletak di daerah Pratunam, tidak begitu jauh dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Bangkok. Terletak di Phetchaburi Soi 7 atau dikenal juga sebagai Soi Surao. Di sekitar masjid juga merupakan pemukiman warga Muslim, jika memasuki jalan ini Anda akan menemui banyak wanita menggunakan jilbab, dan juga terdapat berbagai restoran dan rumah makan halal di sekitarnya.
waduh wisata religi ini judulnya..hehehe…
aduh plus juga wisata kuliner…:) sip sip..
yang jarang dirimu ulas pantai yah mbak..eh bangkok emang nggak ada pantai yah kecuali daerah daerah selatan atau pattaya…
pantai menyusuuul ..*entah kapan tau, hehe*