Last course

Mumpung libur dan masih ada waktu lowong, jadi bisa menulis sedikit.

Masih bersambung dari postingan sebelumnya, saya kembali ke residence sehari sebelum kursus toksikologi dimulai. Jetlag sih jelas. Tapi yang utama saya merasa mengkhianati kumpulan handout lumayan berat yang saya jinjing kesana kemari. Tak tersentuh pula.

Di kursus kemarin, kami bergabung dengan banyak peserta dari berbagai negara. Jadi kelas kami lebih ramai, sekitar 40 orang. Dari Indonesia ada 3 orang, salah satunya teman sekantor. Lagipun saya berasa lebih muda belasan tahun, karena ada peserta yang berusia 50 tahun. Kelas juga lebih aktif karena mereka banyak bertanya. Seru, tidak sepi seperti biasa jika kami hanya bersebelas.

Materi? Hwadeuh.. kali ini lebih banyak belajar toksikologi pestisida dan makanan. Saya sampai tersipu-sipu sendiri. Perasaan sampai detik ini, tidak ada subyek yang klik banget dengan aktivitas sehari-hari saya di kantor. Selamat ya, nak.. *menyelamati diri sendiri*

Tapi yang membuat segalanya menjadi bak dininabobokan  di siang bolong adalah karena para pengajar kami berasal dari Belanda, Kanada, dan Skotlandia dengan aksen Inggris yang berbeda. Belum lagi dengan profesor Kanada yang berbicara dengan kecepatan 80km/jam. Banyak sekali kekonyolan salah tangkap kata yang kami lakukan akibat kapasitas listening yang pas-pasan. Salah satunya terdengar seperti soda, tapi saya berpandangan dengan teman Ina sambil mengernyit. Apa hubungannya soda dengan partikel? Ternyata debu gergaji, saw dust.. haha. Bagaimana ini urusannya? Kalau kami mungkin masih lumayan, bisa menangkap kata dengan meraba-raba. Mahasiswa Thai malah ada yang membiarkan handoutnya bersih, saking tak tahunya harus menulis apa. Tapi biar begitu saya yakin mereka bisa menghapal semua di luar kepala.

Sepuluh hari dari pagi sampai sore. Saya tersenyum melihat salah satu quote teman jenius kami: “principle of toxicology – low dose with long exposure, environment toxicology – high dose with short exposure, but anyway both of them –> BRAIN DAMAGE!!!”

Seperti biasa, setelah kelas selesai saya kebagian mengguide mereka untuk jalan-jalan. Yang namanya ibu-ibu tetap ya hobi banget belanja. Kadang saya duduk di emperan toko sambil buka-buka kertas menunggu mereka. Walaupun lelah tapi senang karena akhirnya sehabis membantu mereka packing  saya mendapat harta warisan dari teman-teman. Belanja sayuran dan beras untuk sebulan ke depan, sekantong milo, aneka mie, makanan kaleng, sabun cuci, parfum, balsem, bros, sampai uang baht. Hahaha.. yang terakhir sih akhirnya ditukar rupiah.

Begitulah, nasib anak kos! Uang jajan kami para mahasiswa sama besarnya dengan mereka yang kursus 10 hari tanpa ujian. Ihiks..

27 tanggapan untuk “Last course

  1. wah quote kawan jenius tuh kayak gitu yah mbak…hehehehe semua serba ilmiah….walah ….walah mbak bahasan opo meneh kuwi…seandainya aku didalam ruang kuliah sampean aku cuman bengong kayaknya..hehehe maklum dari IPS…kekekeke…:)
    semangat yah mbak…:)

  2. Wah, seru banget acara kursusnya ya, Mbak Hilsya? Hihi, walo sering salah tangkap kata akibat pronunciation yg berbeda ya? 😀

    Btw, mba Hilsya yang sdg S2 di Thailand kan ya?

  3. Hehehe… iya kalo akhir bulan galon air minum habis ditunda2 beli isinya lagi hingga awal bulan.
    Bahkan pasti gigi akhir bulan bisa tipis kayak tempe kripik 🙂

  4. Kalau gitu aku kursus aja deh daripada kuliah 😛

    waduh. setiap baca tulisna mbak tentang kuliah selalu membayangkan bagaimana nanti pas aku kuliah sepuluh tahun lagi yak >_<

  5. Ngebayangin yg bicaranyan 80km/jam.. O_o

    Aku paham, mak… Pernah jg ada dosenku kayak gini, itu aja aku melongo klo dnger dia ngomong.. Bhs Indonesia loh..
    Klo disana mgkn iya sama, handout ku bakal bersih jugak.. Ahaha..

Tinggalkan Balasan ke mama hilsya Batalkan balasan