Long weekend

Gambar diambil dan diedit dari sini

Rasanya momen long weekend adalah dambaan semua orang.  Bagi orang bekerja atau pelajar hal itu merupakan sebuah masa untuk bersenang-senang. Apalagi jika terjadi di tanggal muda. Ada beberapa orang yang tidak menyukai sensasi bermacet-macetan sepanjang perjalanan, dan memilih tetap tinggal di rumah.  Banyak orang yang melewatkan kesempatan liburan akhir minggu ini untuk berjalan-jalan ke luar kota bersama keluarga atau teman dengan jalur darat yang identik dengan selamat menikmati kemacetan berjam-jam.

Pada dasarnya bagi orang kita, mudik dan menikmati macet dalam suasana lebaran adalah bagian dari silaturahim itu sendiri. Ada beberapa alasan mengapa orang lebih suka memilih jalan darat. Alasan ekonomis, kesenangan pribadi, suasana, momen, dan lain-lain. Berhubung saya hampir jarang memilih kendaraan bermotor sebagai sarana pulang kampung, maka kali ini saya akan mencoba menikmati  sensasi jalan darat di saat libur panjang. Suatu kemajuan tersendiri. Semangat!

Tujuan kami adalah kota Semarang. Starting point di Kuningan jam 6 sore dengan harapan bisa sampai di kota tujuan dini hari atau menjelang subuh. Namun bus 3/4 yang kami tumpangi ternyata dikemudikan oleh sopir yang rada kacau. Berulangkali jalanan berlubang diterabas, mungkin tidak kelihatan atau tidak mengenal medan. Para penumpang dag dig dug tak nyenyak tidur. Tidak ada kemacetan berarti sepanjang jalur pantura. Hanya saja betapa seringnya bus kami disalip oleh berbagai jenis bus malam tujuan kota-kota di Jateng. Walhasil, tiba di Semarang jam 7 pagi. 13 jam yang indah untuk meratakan bokong.

Namun yang paling berkesan adalah kepulangan kami dari Semarang menuju Jakarta. Berangkat jam 8 malam. Sejak dari Kendal terjadi kemacetan luar biasa. Jam 1 dini hari, supir berhenti di daerah Petarukan, Pemalang. Kami bersegera menuju toilet. Sudah 5 jam perjalanan tetapi nyatanya masih berada di daerah Jateng juga. Karena ngantuk yang tak tertahankan, akhirnya pasrah saja menikmati suka duka kemacetan. Jam 5 pagi kami terdampar di sebuah mesjid di Indramayu untuk menjalankan sholat subuh dan beristirahat sejenak. Apaa? Padahal rencananya jam 5 sudah sampai Jakarta.

Rekor bermacet-macet ria ternyata dipegang di daerah Patokbeusi, Subang. Hampir 3 jam untuk jarak 4 km. Itupun kami bisa melaju karena sang supir nekat menerobos jalur kanan yang dijadikan jalan alternatif bagi kendaraan yang berasal dari arah timur. Kebayang ga sih, jika tetap antri dengan manis di jalur semula? Rasanya udah mati gaya banget. Ternyata ada dua musabab kemacetan, truk bermuatan batu kapur yang terguling serta mogoknya truk besar di belokan jalan.

Setelah perjalanan melelahkan tadi, kami singgah di rest area Cikampek untuk sarapan pagi dan makan siang. Ada kejadian mendebarkan karena tiba-tiba terjadi adegan penangkapan dan pemukulan terhadap beberapa pemuda yang diduga akan melakukan tindakan terorisme. Beberapa dari kami sempat mengenali pemuda tersebut karena sama-sama berhenti di Petarukan dan memperhatikan tingkah laku mereka. Rupanya saat kami tiba, para intel polisi sudah berada di rest area tersebut. Ceritanya cukup simpang siur, namun saya sempat berada di lokasi penangkapan dan tidak sadar dengan apa yang terjadi *seperti biasa..tulalit mode on*. Para pemuda tadi rupanya ada dalam jumlah cukup banyak dan menyebar di toilet dan mushola, sambil menulis-nuliskan kalimat berbau terorisme. Saya juga heran kenapa ada orang laki-laki di kamar mandi wanita, namun saya lanjut masuk saja. Saat keluar, saya berpapasan dengan seorang laki-laki yang membawa baju lengkap dan underwear si tersangka yang sedang mandi. Tapi tetap masih belum ngeh.

Saat bus kami akan meninggalkan rest area, tiba-tiba beberapa pemuda tadi dikepung oleh intel dan massa sambil dipukuli. Kejadian berlangsung cepat, lalu mereka dibawa masuk ke mobil dan melesat pergi. Rupanya karena kejadian di toilet dan mushola itu, mereka benar-benar ditangkap oleh intel. Wah, kami sudah nyaris waswas dengan kejadian bom yang mungkin saja bisa terjadi saat itu. Ga tau juga nih, apa cerita penangkapan tadi masuk acara televisi atau tidak.

Kembali ke cerita macet, masih bersambung di tol Cikampek dan tol dalam kota sampai akhirnya saya berhenti di daerah Komdak jam 1 siang. Bergegas nebeng naik taksi lalu berhenti di Ratu Plaza  untuk melanjutkan perjalanan via bus trans. Tapi ternyata bus yang saya nantikan baru hadir di depan mata jam 2 siang. Dan masih dilanjut dengan kemacetan jalan arteri. Walhasil saya tiba di rumah jam 3 lewat.  Itupun sudah saya percepat dengan menyetop ojek untuk sampai di tempat. Duuh.. mana skedul pulang ke Jakarta jam 6 pagi? Macet tidak bisa dihindari.

Kesimpulannya sepanjang kepulangan saya sudah duduk manis di bus selama sekitar 19 jam.. *sambil mengecek apakah perlu busa tambahan untuk mengganjal bokong yang tepos*

Meski begitu saya bersyukur, jadi bisa menikmati suasana kemacetan seperti musim lebaran. Bersyukur, karena tidak harus mengalami kejadian ini setiap saat. Belajar menikmati suasana macet tidak dengan ngedumel panjang lebar. Just enjoy it! Bersimpati pada supir-supir bus maupun truk pengangkut yang pastinya mengalami hal ini berkali-kali dan dalam jangka waktu yang lebih lama.

Ah, masih banyak hikmah yang bisa diambil dari setiap kejadian.