Saya mengenangnya sebagai musuh jaman smp saya. Seperti anjing dan kucing setiap saat kami berseteru. Sekitar tahun 2008 akhir, tiba-tiba ia mengirim sms dan mengirim imel ‘uneg-uneg’nya tentang saya. Semula suami sempat merasa tidak suka dengan koneksi kami kembali, demikian pula saya. Buat saya, ia musuh bebuyutan. Namun ketika suami membaca imel curhatnya, ia bisa memahami dan malah membuka pertemanan dengannya.
Melalui imel panjang lebarnya, ia menuliskan berbagai pendapatnya tentang saya selama bertahun-tahun. Terakhir bertemu saat kami selesai smp. Bila ia berkunjung ke rumah saudara saya yang juga teman sepermainannya, saya sembunyi. Malas rasanya berbincang dengan lelaki itu. Rupanya ia benar-benar kebingungan dengan sikap kekanakan saya. Curahan hatinya benar-benar tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Ada cerita lucu dan kekonyolan yang membuat tawa di baliknya. Dan terkesan sayalah sebagai tokoh antagonis paling kejam di dunia. Cerita itu sedikit dibumbui cinta monyet tak berbalas. Sayang sekali imel itu sudah saya hapus. Yang jelas setelah mengungkapkan segala rasa suka tak sukanya kepada saya, ia merasa lega. Hubungan kami mencair. Saya merasa bersalah dan berniat untuk memperbaiki sifat. Menjalin silaturahim dengan keluarga barunya. Tetapi kami tak mudah bertemu karena saat itu ia bertugas sebagai tentara yang berdinas di luar daerah. Tidak ada kontak lagi, saya memutuskan untuk baik tapi tetap menjaga jarak. You know the risk, don’t you? …
Pertengahan tahun 2009, tiba-tiba saya dikejutkan oleh berita bahwa ia sakit keras, leukimia. Bersama keluarga dan teman semasa sekolah saya memutuskan untuk menjenguknya di RSPAD. Ketika saya masuk, ia terlihat surprised. Matanya bersinar saat menyalami tangan saya dengan erat. Sayapun kaget mendapati penampakannya. Postur tinggi tegapnya sudah berganti dengan sisa kesakitan. Kebencian saya mendadak lumer dan berganti iba. Saya tahu ia tidak suka dikasihani. Ia tetap terlihat semangat meski sadar umurnya tinggal menghitung bulan. Teman-teman saling mensupport dan mengajaknya bercanda, bercerita masa remaja. Bergantian menyuapi makanan tepung mata beras sebagai makanan sehari-harinya. Saya tahu ia berharap saya juga turut menyuapi barang satu sendok, tapi saya keukeuh gengsi menolak dengan gaya berantem masa smp. Malah tepung mata beras rasa coklatnya saya minta satu sachet untuk dibawa pulang *kebangetan banget kan?*. Sayangnya, saat itu sang istri sedang kembali ke rumah jadi kami tak sempat berkenalan.
Oktober 2009, teman semasa smp mengajak kami reuni bersama para guru karena ia sudah pulih dan sedang berada di pulau Jawa. Segalanya spesial untuknya. Sampai semua foto yang saya ambilpun kebanyakan tentang dia. Tak pelak kami menjadi bahan olok-olokan teman-teman tentang cinta monyet antara anjing dan kucing. Saya mengajaknya untuk bertemu orangtua di rumah, yang pastinya sudah ia kenal dari dahulu kala. Ia mengantarkan saya ke mobil dan membawakan barang-barang saya untuk kembali pulang. Lalu say goodbye for the last time. Saya atau mungkin kami pulang dengan hati lebih lega.
Lama tidak terdengar kabar darinya. Tapi saya tahu, ia antara sehat dan tidak. Saya mendapatkan info via akun fesbuknya. Kemudian saya mendapat sms darinya saat berulangtahun. Rupanya ia tak akan pernah lupa ulangtahun saya, karena tanggalnya sama dengan sang istri. Cerita tentang istri teman saya dan hubungan ini mungkin suatu saat akan saya tuliskan juga *menunggu suasana hati membaik*. Sempat pula saya bertanya kabar di akhir Maret saat saya sedang bertugas di Bandung dan bertemu dengan teman sekelas kami. Ia hanya menjawab, baik-baik saja.
Lalu hari ini, pagi-pagi setahun lalu. Saat berada di Makasar saya dikejutkan dengan berita bahwa ia telah berpulang. Pecah tangis saya dalam duka dan penyesalan karena pernah tidak berlaku baik padanya. Saya tidak punya firasat, hanya saja semalaman saya tidak bisa tidur dan bermimpi buruk. Saya merasa sangat kehilangan. Entah rasanya bagaimana, saat itu begitu campur aduk. Saya memikirkan istri dan anak-anaknya, kenangan-kenangan kami semasa smp, semuanya. Akhirnya hanya doa saja yang bisa saya berikan untuknya sambil menyusuti airmata.
Berikut adalah note yang pernah ia tuliskan dalam akun-nya (tanpa edit)
The phenomenal, oct 28-2009
Setelah kurenungi ternyata hidupku selama ini penuh dgn fenomena,dari berbagai sudut kehidupan dan aku patut bersyukur kehadirat Allah SWT karena mendapatkan anugerah dan kenikmatan didunia ini.adapun fenomena tsb sbb:
1.dari segi fisik,dalam keluarga (5 bersaudara),kayaknya aku sdri yg agak beda,waktu kecil akulah yg plg pendek dan agak hitam,beda dgn saudaraku yg lain,di sekolahpun (sd-smp) aku yg plg pendek sdri.
2.akulah anak satu2nya yg tdk merokok,padahal ayahku perokok berat,4 saudaraku+hampir semua temanku perokok.faktor lingkungan bagiku tdk berpengaruh.
3.aku dibesarkan di klg mualaf,dimana pendidikan agama kurang diperhatikan tp alhamdulillah aku dapat mendapatkan hidayah dari Allah SWT,dari mulai sma aku dapat menjalankan rukun islam 1-4 secara istiqamah.
4.akulah anak pertama yg menyandang gelar sarjana di keluarga besar ibuku.
5.akulah orang pertama di keluarga besar ayah+ibuku (7 turunan) yg menjadi tentara/pegawai negeri,dimana aku mjd tentara tanpa nyogok uang sepeserpun.aku berharap ada dari keluarga ayah/ibuku kelak bs mengikuti jejakku,ternyata sd skrg blm ada yg berminat.
6.aku jugalah orang pertama yg pernah mengidap penyakit paling aneh/berat di keluarga besar ayah+ibuku.
subhanallah ternyata kekuasaan Allah memang nyata,alhamdulillah aku telah mendapat anugerah dan menjadi fenomena dalam keluargaku..hasbunallah wa ni’mal wakil..
Saya bersyukur bisa bertemu dengannya lagi. Ia akan tetap menjadi musuh dan teman spesial saya selamanya, tetapi kami sedikit lebih lega saat itu karena kami telah berbaikan dan menyelesaikan segala uneg-uneg.
“Makasih karena udah mau jadi temanku lagi”… tulisnya dalam akun fesbuk. Saya tahu itu didedikasikan untuk pertemanan kami.
Semoga Allah memberikan pengampunan dan kelapangan untuknya.